•  
  • HARGA UPDATE di menu download 2019
Lebih Jauh Tentang BPRS Al-Salaam
Diposting tanggal: 31 Mei 2010

BPRS Al-Salaam dibentuk oleh alumni Salman ITB yang notabene adalah para insiyur, kenapa mereka memilih mendirikan lembaga keuangan yang jauh dari latar pendidikan mereka?
BPRS Al-Salaam ini didirikan oleh para alumni ITB dan beberapa alumni lain yang aktif dalam kegiatan di Masjid Salman. Setelah lulus, mereka bekerja di banyak tempat dan berhasil, kemudian mereka ingin kembali ke spirit Salman yang memberdayakan, membumikan masalah kesyariahan di Indonesia. Jadi, ingin membantu wong cilik, caranya bagaimana tapi masih membawa spirit Salman?! Ada yang usul untuk membuat sekolahan, rumah sakit, dan sebagainya. Mereka lalu membentuk Yayasan Amal Salman. Kemudian, Amar Radjab Batubara, pada saat itu sebagai vice president, country manager Citibank Indonesia, dimintai pendapat, bagaimana prospeknya, lalu disarankan untuk membuat bank. Kalau mendirikan bank kan berat, modalnya besar. Sebenarnya, para pendiri ini kan masalah sosial, nggak bisa dipaksa, seikhlasnya. Akhirnya, tetap pada koridor masyarakat kecil, dibentuklah bank. Bank itu katanya lembaga yang membuat ekonomi efisien. Dengan adanya bank, maka ekonomi jadi lebih efisien karena adanya pertukaran value daripada penyaluran dana. Bisa dibayangkan, kalau nggak ada yang melakukan kegiatan itu, nggak selesai-selesai, pertumbuhan ekonomi jadi lambat. Mau beli beras aja harus ditukar dengan sapi, kelamaan ngitungnya, (tertawa), sekarang diganti dengan uang.

Kenapa menjatuhkan pilihan pada bank berbentuk BPR?
Pilihan BPR, memang inginnya bank, karena masalah size (ukuran) bank pada saat itu kan lumayan besar. Kenapa BPR? Bukan BPRS? Karena pada saat itu, tahun 1992, regulasi tentang perbankan syariah kan belum ada. Baru muncul tahun 1998, BPR Al-Salaam kan didirikan tahun 1993, beroperasi. UU No. 10 tahun 2008 itu ada. Jadi, Bang Imad (Imadduddin Abdur Rohim), salah satu pendiri juga, bilang nggak apa-apa dengan bentuk BPR konvensional. Dulu, dengan konvensional tapi prakteknya syariah. Kalau praktek-praktek perbankan jangan kayak rentenir, itu kita jalankan. Alhamdulillah, pada bulan Juni 2006, kita sudah convert di bank syariah, meski awalnya konvensional.

Bagaimana perjalanan BPR Al-Salaam menuju konversi ke bank syariah?
Kondisi banknya sendiri dianggap stabil pada tahun 2002, baru tumbuh, tadinya kan termasuk kena imbas krisis tahun 1998. Pada tahun 2001, aset bank mencapai Rp5 milyar. Kemudian baru tumbuh, pada tahun 2003 sudah ada keinginan untuk konversi, kemudian direksi diminta untuk dipersiapkan, 2004, 2005, 2006 sudah selesai. Niat sudah lama, tapi proses memang tidak sebentar ternyata. Tahun 2002—2005 ternyata pertumbuhan portofolio pembiayaan nasabah, peningkatan portofolio dan nasabah luar biasa cepat. Rp60 milyar, nasabah lumayan banyak, padahal ada kekhawatiran kalau nasabah kabur semua kalau pindah ke syariah, Alhamdulillah itu tidak terjadi. Sampai sekarang bahkan bisa sekian kali lipat dibandingkan sebelum konversi.

Kenapa masih takut kalau nasabah beralih ke bank lain jika konversi ke syariah?
Bank ini bisa dilihat dari dua sisi, misinya dan operasionalnya. Kalau kita lihat misinya sudah jelas, tapi kalau operasional tetap bisnis, bicaranya PT, portofolio masih ada keuntungan. Kita dengan kondisi pemegang saham lebih dari 100 orang, maka pendapat beraneka ragam, harus menampung semua aspirasi. Dibuatkanlah sebuah workshop di Hotel Ambhara, Bang Imad juga datang. Akhirnya, dalam acara itu diputuskan untuk konversi ke bank syariah.

Perbedaan mendasar antara BPRS dengan bank syariah lain?
Menurut UU Perbankan, di Indonesia hanya ada dua bank, bank umum dan BPR, merujuk kepada UU 10/1998. Bank itu ada yang berfungsi bagi hasil, secara aturan. Bedanya, ketika bicara BPR dan bank umum adalah bahwa dua-duanya menjalankan fungsi intermediasi, menjalankan penghimpunan dan penyaluran dana. Namun, BPR tidak diperkenankan melakukan kegiatan transaksi lalulintas uang atau lalulintas giro. Jadi, kami tidak punya produk giro, tapi yang lainnya bisa karena kita tidak mempunyai rekening wajib di BI dan bukan anggota kliring.
UU No.21/2009 tentang perbankan syariah jelas bahwa bank syariah adalah bank yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Syariah itu terselenggara berdasarkan prinsip-prinsip agama Islam. Konvensional nggak ada dasarnya. Syariah dilarang bergerak di sektor yang dilarang oleh syariah, sementara konvensional boleh bergerak di semua sektor. Kemudian di sana nggak ada zakat, di sini ada zakat.

Apa beda BPR konvensional dengan BPR Syariah?
BPR Syariah adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, itu yang membedakan dengan BPR konvensional. Lahirnya BPR itu diawali dengan kegiatan kredit biasa, menyerupai kegiatannya BRI unit. Awalnya tidak disuruh funding, dia menyalurkan kredit Bimas, KUT dari pemerintah. Mulai dipakai oleh BPR, ketika kegiatan BKT sudah mencapai Rp1 miliar asetnya, ia harus convert naik satu tingkat jadi BPR. Secara khittah-nya, BPR itu pembiayaannya diarahkan kepada grup kecil. Dia kan bentuknya unit banking, satu wilayah satu, bukan seperti bank umum yang mempunyai cabang di mana-mana. Jadi, ya memang itu saja yang bisa dikerjakan. Teknologi yang semakin maju, maka BPR juga diperkenankan untuk membuka cabang.

Lalu, adakah produk unggulan dari BPRS Al-Salaam?
Sisi penyaluran dana dan pengumpulan dana, produk unggulan kita adalah Deposito Syariah Rakyat dan Tabungan Arisan. Tahun 2010 meluncurkan Tabungan Masyarakat Syariah (Tamasya), dia punya fitur yang menarik, insyaAllah bagi hasilnya setinggi deposito. Di sisi pembiayaan, pembiayaan sepeda motor, pembiayaan kepemilikan mobil, maupun pembiayaan untuk pegawai negeri.
Tabungan perencanaan itu kami wujudkan dalam bentuk tabungan arisan. Tabungan arisan dalam jangka waktu setahun, ada yang 3 tahun. Yang setahun, setiap nasabah boleh menabung minimal Rp100 ribu per bulan (mudharabah basisnya) nanti di akhir tahun bisa diambil tabungan plus bagi hasilnya tetapi ada hadiah berupa uang tunai Rp2 juta apabila beruntung. Kemudian, karena namanya arisan, bentuknya grup, segrup isinya 300 akun, setiap bulan akun-akun itu diambil satu pemenang dengan cara diundi.

Bagaimana dengan masalah permodalan?
Bahwa BPR itu bank, bank itu lembaga intermediasi, bisa menyalurkan dana dan mengumpulkan dana dari masyarakat, itu berbeda sekali dengan lembaga yang lain, contoh: pegadaian, koperasi. Muncullah regulasi, yaitu persyaratan permodalan, kami menggunakan CAR (capital adequacy ratio), minimal 8%, total modal yang kita miliki dibandingkan dengan aktiva menurut resiko.

Dengan menjamurnya BPR dewasa ini, persaingan pun makin ketat, bagaimana BPRS Al-Salaam melihat situasi tersebut?
Persaingan itu sunnatullah, tanpa kita bersaing atau adanya persaingan, kita harus mempunyai sesuatu yang berbeda, yang unik yang memiliki value added, keunggulan komparatif dibandingkan dengan industri sejenis. Misalnya, ada tabungan spesial, pembiayaan motor yang cepat dengan angsuran yang kecil, strateginya terdapat di produk. Untuk ekspansi, masih dibicarakan dalam rapat direksi, rencana jangka panjang perusahaan tergambar 5 sampai 10 tahun ke depan di sana.

Jika mengenai bagi hasil?
Namanya bagi hasil, hasil itu adalah sesuatu yang terjadi setelah kita berusaha. Bagi hasil itu ada di produk berbasis mudharabah, bagi hasil kita cukup besar karena aktiva produktifnya memang baik, pembiayaannya rendah, bagi hasil kepada pemilik dana cukup optimal. Kita menyalurkan pembiayaan ke masyarakat Rp129,2 miliar. Dari jumlah itu, kita bisa memperoleh hasil sampai 4-5 milyar per bulan. Keuntungan itu dibagi antara bank dan nasabah. Bayangkan kalau macet separuh. Bagi hasil itu tergantung kualitas aktiva produktif per bulan kalau di syariah. Kalau nisbah bagi hasil tergantung produknya, ada 50:50. Hasilnya tiap bulan bisa berubah.

Berapa jumlah nasabah di BPRS Al-Salaam dan komposisinya antara muslim dan nonmuslim?
Justru deposan BPRS secara volume lebih banyak non-muslim daripada muslim. Deposan, bukan orang per orang, tapi jumlah dana yang dititipkan, dan orang Cina. Mereka pertama memang biasanya mencoba, tidak langsung besar, dites, apakah kita cukup bonafid. Salah satu tandanya kalau mau ditarik, ada dananya. Pengalaman mereka, bank ini cukup bonafid. Kedua, hasilnya kompetitif, ada juga yang bilang, hasilnya lebih baik. Terakhir, masalah servis. Kalau punya uang, tinggal SMS, nggak usah pusing, kami datang, tinggal duduk saja. Antar-jemput atau transfer ke bank syariah.

BPRS Al-Salaam dapat ditemui di mana saja?
Wilayahnya ada di Jabodetabek. Saat ini sudah ada tujuh cabang, Bekasi ada tapi masih kantor kas.
Setelah kami online per Oktober 2009. Sejak sekitar tahun 2006, 2007 baru buka cabang.
Hampir semua bank syariah menitipkan dananya untuk pembiayaan ke kami, jadi mereka memberikan pembiayaan ke kami untuk nasabah.

Adakah kendala selama BPRS Al-Salaam beroperasi?
Bisnis bank adalah bisnis jasa keuangan. Jasa keuangan itu ada dua plus satu hal yang penting. Pertama, masalah IT, itu harus bagus, reliable, well-proven, kemudian SDM yang mengoperasikan IT itu harus pintar, punya knowledge yang mumpuni, di BPR itu IT masih jadi barang yang sangat mahal. Padahal, kalau IT-nya baik, pertumbuhan bisnisnya akan cepat. Dengan adanya online, tinggal merem. Tapi di BPR tidak berinvestasi di IT, sangat mahal. Kemudian yang kedua, SDM di BPR itu biasanya SDM kelas dua. Bagi mereka, kalau nggak diterima di bank besar, baru cari BPR. Nggak mungkin hi-jack, nggak mampu kita. Yang satu lagi, sistem, kalau sistem dibangun dengan baik, akan berjalan. Makanya di Al-Salaam itu pembuatan sistemnya bertahap, perbaikan sistem-sistem internal.

 


 

 

AYO Ke Bank Syariah
LPS BI
 Islamic banking