Diposting tanggal: 31 Mei 2010
BPRS Al-Salaam dibentuk oleh alumni Salman ITB yang notabene
adalah para insiyur, kenapa mereka memilih mendirikan lembaga keuangan
yang jauh dari latar pendidikan mereka?
BPRS Al-Salaam ini didirikan oleh para alumni ITB dan beberapa alumni
lain yang aktif dalam kegiatan di Masjid Salman. Setelah lulus, mereka
bekerja di banyak tempat dan berhasil, kemudian mereka ingin kembali ke
spirit Salman yang memberdayakan, membumikan masalah kesyariahan di
Indonesia. Jadi, ingin membantu wong cilik, caranya bagaimana tapi masih
membawa spirit Salman?! Ada yang usul untuk membuat sekolahan, rumah
sakit, dan sebagainya. Mereka lalu membentuk Yayasan Amal Salman.
Kemudian, Amar Radjab Batubara, pada saat itu sebagai vice president,
country manager Citibank Indonesia, dimintai pendapat, bagaimana
prospeknya, lalu disarankan untuk membuat bank. Kalau mendirikan bank
kan berat, modalnya besar. Sebenarnya, para pendiri ini kan masalah
sosial, nggak bisa dipaksa, seikhlasnya. Akhirnya, tetap pada koridor
masyarakat kecil, dibentuklah bank. Bank itu katanya lembaga yang
membuat ekonomi efisien. Dengan adanya bank, maka ekonomi jadi lebih
efisien karena adanya pertukaran value daripada penyaluran dana. Bisa
dibayangkan, kalau nggak ada yang melakukan kegiatan itu, nggak
selesai-selesai, pertumbuhan ekonomi jadi lambat. Mau beli beras aja
harus ditukar dengan sapi, kelamaan ngitungnya, (tertawa), sekarang
diganti dengan uang.
Kenapa menjatuhkan pilihan pada bank berbentuk BPR?
Pilihan BPR, memang inginnya bank, karena masalah size (ukuran) bank
pada saat itu kan lumayan besar. Kenapa BPR? Bukan BPRS? Karena pada
saat itu, tahun 1992, regulasi tentang perbankan syariah kan belum ada.
Baru muncul tahun 1998, BPR Al-Salaam kan didirikan tahun 1993,
beroperasi. UU No. 10 tahun 2008 itu ada. Jadi, Bang Imad (Imadduddin
Abdur Rohim), salah satu pendiri juga, bilang nggak apa-apa dengan
bentuk BPR konvensional. Dulu, dengan konvensional tapi prakteknya
syariah. Kalau praktek-praktek perbankan jangan kayak rentenir, itu kita
jalankan. Alhamdulillah, pada bulan Juni 2006, kita sudah convert di
bank syariah, meski awalnya konvensional.
Bagaimana perjalanan BPR Al-Salaam menuju konversi ke bank syariah?
Kondisi banknya sendiri dianggap stabil pada tahun 2002, baru tumbuh,
tadinya kan termasuk kena imbas krisis tahun 1998. Pada tahun 2001, aset
bank mencapai Rp5 milyar. Kemudian baru tumbuh, pada tahun 2003 sudah
ada keinginan untuk konversi, kemudian direksi diminta untuk
dipersiapkan, 2004, 2005, 2006 sudah selesai. Niat sudah lama, tapi
proses memang tidak sebentar ternyata. Tahun 2002—2005 ternyata
pertumbuhan portofolio pembiayaan nasabah, peningkatan portofolio dan
nasabah luar biasa cepat. Rp60 milyar, nasabah lumayan banyak, padahal
ada kekhawatiran kalau nasabah kabur semua kalau pindah ke syariah,
Alhamdulillah itu tidak terjadi. Sampai sekarang bahkan bisa sekian kali
lipat dibandingkan sebelum konversi.
Kenapa masih takut kalau nasabah beralih ke bank lain jika konversi ke syariah?
Bank ini bisa dilihat dari dua sisi, misinya dan operasionalnya. Kalau
kita lihat misinya sudah jelas, tapi kalau operasional tetap bisnis,
bicaranya PT, portofolio masih ada keuntungan. Kita dengan kondisi
pemegang saham lebih dari 100 orang, maka pendapat beraneka ragam, harus
menampung semua aspirasi. Dibuatkanlah sebuah workshop di Hotel
Ambhara, Bang Imad juga datang. Akhirnya, dalam acara itu diputuskan
untuk konversi ke bank syariah.
Perbedaan mendasar antara BPRS dengan bank syariah lain?
Menurut UU Perbankan, di Indonesia hanya ada dua bank, bank umum dan
BPR, merujuk kepada UU 10/1998. Bank itu ada yang berfungsi bagi hasil,
secara aturan. Bedanya, ketika bicara BPR dan bank umum adalah bahwa
dua-duanya menjalankan fungsi intermediasi, menjalankan penghimpunan dan
penyaluran dana. Namun, BPR tidak diperkenankan melakukan kegiatan
transaksi lalulintas uang atau lalulintas giro. Jadi, kami tidak punya
produk giro, tapi yang lainnya bisa karena kita tidak mempunyai rekening
wajib di BI dan bukan anggota kliring.
UU No.21/2009 tentang perbankan syariah jelas bahwa bank syariah adalah
bank yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Syariah itu terselenggara
berdasarkan prinsip-prinsip agama Islam. Konvensional nggak ada
dasarnya. Syariah dilarang bergerak di sektor yang dilarang oleh
syariah, sementara konvensional boleh bergerak di semua sektor. Kemudian
di sana nggak ada zakat, di sini ada zakat.
Apa beda BPR konvensional dengan BPR Syariah?
BPR Syariah adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, itu yang membedakan
dengan BPR konvensional. Lahirnya BPR itu diawali dengan kegiatan kredit
biasa, menyerupai kegiatannya BRI unit. Awalnya tidak disuruh funding,
dia menyalurkan kredit Bimas, KUT dari pemerintah. Mulai dipakai oleh
BPR, ketika kegiatan BKT sudah mencapai Rp1 miliar asetnya, ia harus
convert naik satu tingkat jadi BPR. Secara khittah-nya, BPR itu
pembiayaannya diarahkan kepada grup kecil. Dia kan bentuknya unit
banking, satu wilayah satu, bukan seperti bank umum yang mempunyai
cabang di mana-mana. Jadi, ya memang itu saja yang bisa dikerjakan.
Teknologi yang semakin maju, maka BPR juga diperkenankan untuk membuka
cabang.
Lalu, adakah produk unggulan dari BPRS Al-Salaam?
Sisi penyaluran dana dan pengumpulan dana, produk unggulan kita adalah
Deposito Syariah Rakyat dan Tabungan Arisan. Tahun 2010 meluncurkan
Tabungan Masyarakat Syariah (Tamasya), dia punya fitur yang menarik,
insyaAllah bagi hasilnya setinggi deposito. Di sisi pembiayaan,
pembiayaan sepeda motor, pembiayaan kepemilikan mobil, maupun pembiayaan
untuk pegawai negeri.
Tabungan perencanaan itu kami wujudkan dalam bentuk tabungan arisan.
Tabungan arisan dalam jangka waktu setahun, ada yang 3 tahun. Yang
setahun, setiap nasabah boleh menabung minimal Rp100 ribu per bulan
(mudharabah basisnya) nanti di akhir tahun bisa diambil tabungan plus
bagi hasilnya tetapi ada hadiah berupa uang tunai Rp2 juta apabila
beruntung. Kemudian, karena namanya arisan, bentuknya grup, segrup
isinya 300 akun, setiap bulan akun-akun itu diambil satu pemenang dengan
cara diundi.
Bagaimana dengan masalah permodalan?
Bahwa BPR itu bank, bank itu lembaga intermediasi, bisa menyalurkan dana
dan mengumpulkan dana dari masyarakat, itu berbeda sekali dengan
lembaga yang lain, contoh: pegadaian, koperasi. Muncullah regulasi,
yaitu persyaratan permodalan, kami menggunakan CAR (capital adequacy
ratio), minimal 8%, total modal yang kita miliki dibandingkan dengan
aktiva menurut resiko.
Dengan menjamurnya BPR dewasa ini, persaingan pun makin ketat, bagaimana BPRS Al-Salaam melihat situasi tersebut?
Persaingan itu sunnatullah, tanpa kita bersaing atau adanya persaingan,
kita harus mempunyai sesuatu yang berbeda, yang unik yang memiliki value
added, keunggulan komparatif dibandingkan dengan industri sejenis.
Misalnya, ada tabungan spesial, pembiayaan motor yang cepat dengan
angsuran yang kecil, strateginya terdapat di produk. Untuk ekspansi,
masih dibicarakan dalam rapat direksi, rencana jangka panjang perusahaan
tergambar 5 sampai 10 tahun ke depan di sana.
Jika mengenai bagi hasil?
Namanya bagi hasil, hasil itu adalah sesuatu yang terjadi setelah kita
berusaha. Bagi hasil itu ada di produk berbasis mudharabah, bagi hasil
kita cukup besar karena aktiva produktifnya memang baik, pembiayaannya
rendah, bagi hasil kepada pemilik dana cukup optimal. Kita menyalurkan
pembiayaan ke masyarakat Rp129,2 miliar. Dari jumlah itu, kita bisa
memperoleh hasil sampai 4-5 milyar per bulan. Keuntungan itu dibagi
antara bank dan nasabah. Bayangkan kalau macet separuh. Bagi hasil itu
tergantung kualitas aktiva produktif per bulan kalau di syariah. Kalau
nisbah bagi hasil tergantung produknya, ada 50:50. Hasilnya tiap bulan
bisa berubah.
Berapa jumlah nasabah di BPRS Al-Salaam dan komposisinya antara muslim dan nonmuslim?
Justru deposan BPRS secara volume lebih banyak non-muslim daripada
muslim. Deposan, bukan orang per orang, tapi jumlah dana yang
dititipkan, dan orang Cina. Mereka pertama memang biasanya mencoba,
tidak langsung besar, dites, apakah kita cukup bonafid. Salah satu
tandanya kalau mau ditarik, ada dananya. Pengalaman mereka, bank ini
cukup bonafid. Kedua, hasilnya kompetitif, ada juga yang bilang,
hasilnya lebih baik. Terakhir, masalah servis. Kalau punya uang, tinggal
SMS, nggak usah pusing, kami datang, tinggal duduk saja. Antar-jemput
atau transfer ke bank syariah.
BPRS Al-Salaam dapat ditemui di mana saja?
Wilayahnya ada di Jabodetabek. Saat ini sudah ada tujuh cabang, Bekasi ada tapi masih kantor kas.
Setelah kami online per Oktober 2009. Sejak sekitar tahun 2006, 2007 baru buka cabang.
Hampir semua bank syariah menitipkan dananya untuk pembiayaan ke kami, jadi mereka memberikan pembiayaan ke kami untuk nasabah.
Adakah kendala selama BPRS Al-Salaam beroperasi?
Bisnis bank adalah bisnis jasa keuangan. Jasa keuangan itu ada dua plus
satu hal yang penting. Pertama, masalah IT, itu harus bagus, reliable,
well-proven, kemudian SDM yang mengoperasikan IT itu harus pintar, punya
knowledge yang mumpuni, di BPR itu IT masih jadi barang yang sangat
mahal. Padahal, kalau IT-nya baik, pertumbuhan bisnisnya akan cepat.
Dengan adanya online, tinggal merem. Tapi di BPR tidak berinvestasi di
IT, sangat mahal. Kemudian yang kedua, SDM di BPR itu biasanya SDM kelas
dua. Bagi mereka, kalau nggak diterima di bank besar, baru cari BPR.
Nggak mungkin hi-jack, nggak mampu kita. Yang satu lagi, sistem, kalau
sistem dibangun dengan baik, akan berjalan. Makanya di Al-Salaam itu
pembuatan sistemnya bertahap, perbaikan sistem-sistem internal.
|
|